Apa yang akan Anda cari?

Kamis, 08 Oktober 2015

Korupsi, Penjajahan Yang Harus Dihapuskan

 
clip_image002

Saat ini, Indonesia sudah menjadi negara berkembang. Bukan tidak ada hambatan, justru para "penjajah" datang ke Indonesia lagi. Penjajah yang dimaksud bukan penjajah seperti zaman Belanda dan Jepang dahulu secara militer, tetapi "penjajah" yang dimaksud yakni kebodohan, kemiskinan dan KORUPSI. Ya, korupsi. Kenapa korupsi? Karena korupsi bagaikan "parasit" bagi bangsa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jadi sudah jelas, korupsi adalah perbuatan yang tidak terpuji dan melanggar hukum karena mengambil yang bukan haknya. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggaran negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan. Kondisi yang memungkinkan terjadinya korupsi diantaranya:
· Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada     rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
· Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
· Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik   yang normal.
· Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
· Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
· Lemahnya ketertiban hukum.
· Lemahnya profesi hukum.
· Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
· Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini.

Seperti yang terjadi di zaman Orde Lama, antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
clip_image004
( Gambar Jendral TNI A.H Nasution dan Kolonel Soeharto, sumber : https://indocropcircles.files.wordpress.com/2014/09/suharto-dan-nasution.jpg?w=640&h=423 )
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.

Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.

Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Walhasil, Indonesia sendiri berhasil menjadi salah satu Negara terkorup di dunia, bahkan hingga saat ini.
clip_image006

Untungnya Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. Sejak berdiri 13 tahun silam, Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menjebloskan sejumlah nama-nama besar ke balik jeruji besi. Di antaranya adalah Irjen Djoko Susilo, yang awalnya melawan tapi kemudian terjerembab.

Komisi Pemberantasan Korupsi mendulang badai politik setelah menetapkan calon Kepala Kepolisian RI, Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi. Tapi serangan model ini bukan yang pertama kali dihadapi lembaga antirasuah itu. Namun begitu, Budi Gunawan bisa dikatakan pejabat pertama buruan KPK yang memiliki pengaruh besar di jantung kekuasaan Ibukota. Berikut nama-nama besar lain yang pernah diseret oleh KPK sejak dibentuk 2002 silam.
clip_image008

Irjen Djoko Susilo
Kasus yang menimpa bekas kepala korps lalu lintas Polri ini banyak dikutip setelah calon Kapolri Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Serupa dengan Gunawan, Djoko Susilo yang terjerembab lantaran kasus korupsi dalam proyek simulator ujian surat izin mengemudi itu sempat melawan KPK yang kemudian memicu perang Cicak versus Buaya jilid pertama. Namun begitu, Irjen Djoko Susilo dijebloskan ke penjara selama 18 tahun oleh Tipikor.
clip_image010
( Gambar Luthfi Hassan Ishaaq, sumber : http://berita.suaramerdeka.com/konten/uploads/2014/09/LHI.jpg )

Luthfi Hassan Ishaaq
Luthfi Hasan Ishaaq dijemput dan ditahan KPK pada tanggal Januari 2013 dengan dugaan menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan kuota impor daging pada Kementerian Pertanian. Pria yang saat ditangkap menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini divonis 16 tahun penjara.
clip_image012

Ratu Atut Chosiyah
Ratu asal Banten ini sedang menancapkan kekuasaannya yang menggurita di provinsi Banten ketika KPK mengubah statusnya menjadi tersangka. Sang gubernur terjungkal kasus pengadaan alat kesehatan dan dugaan suap terkait penanganan sengketa pilkada Lebak, Banten. Politisi muda Golkar ini dovinis empat tahun penjara.
clip_image013

Aulia Pohan
Besan bekas Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ini terjerat dalam kasus yang sama dengan Burhanuddin Abdullah. Pohan yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur BI divonis penjara empat tahun enam bulan.
clip_image015

Muhammad Nazaruddin
Nazaruddin ditangkap saat menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Ia terjerat kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games. Setelah sempat melarikan diri, Nazaruddin akhirnya dibekuk di Cartagena, Kolombia. Dalam perkembangan kasusnya, pria yang kemudian divonis empat tahun sepuluh bulan penjara ini ikut menyeret nama-nama yang terlibat.
clip_image017

Andi Malarangeng
Anas dan Andi Malarangeng sejatinya adalah dua bintang politik Indonesia yang tengah meroket. Namun tragisnya kedua sosok muda itu terjerembab oleh kasus yang sama. Berbeda dengan Anas, Andi pergi dengan diam setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sebelum kemudian divonis empat tahun penjara oleh Tipikor.
clip_image019
( Gambar Anas Urbaningrum, sumber : http://img.jogjakartanews.com/09012014154055-58907.jpg )

Anas Urbaningrum
Penangkapan terhadap Anas antara lain berhasil berkat "nyanyian" Nazaruddin. Pria yang kala itu masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat tersebut kemudian divonis delapan tahun penjara oleh pengadilan. Tapi ia bukan petinggi Demokrat terakhir yang dijerat oleh KPK terkait kasus Hambalang.
clip_image021

Akil Mochtar
Setelah menjadi tersangka menerima suap Rp. 3 miliar dari bupati Gunung Mas dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada, mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, resmi dijemput oleh KPK. Ia adalah satu-satunya terpidana korupsi yang mendapat vonis seumur hidup dari Tipikor.

Apa Yang Harus Dilakukan?
Upaya yang harus dilakukan untuk memberantas dan membasmi korupsi ini, bukan hanya sekedar menggiatkan pemeriksaan, penyelidikan, dan penangkapan koruptor. Upaya pemberantasan korupsi juga bukan hanya sekedar dengan menggiatkan kampanye peningkatan nilai-nilai moral seseorang. Solusi agar korupsi di Indonesia hilang menurut saya, antara lain :
1. Jangan membayar pungli, menyuap, menyogok apalagi menerima suap
2. Mendidik anak mulai usia dini, agar anti terhadap korupsi
3. Menghukum seberat-beratnya para pelaku bila perlu hukum gantung atau mati, agar efek jera tercapai
4. Transparansi anggaran
5. Mengurangi ongkos politik. Membuat UU untuk membatasi biaya kampanye pada Pemilu , Pilpres dan Pilkada
6. Disiplin hukum dan keadilan hukum untuk segala tingkat golongan di masyarakat tanpa pandang bulu
7. Ketegasan pihak aparat dalam menangani tindakan kejahatan apapun dan terhadap siapapun pelaku korupsi
8. Buat ketentuan yang jelas antara tindakan ketegasan buat pelanggar hukum dengan tindakan pelanggaran HAM. Dalam melakukan tindakan ketegasan buat si pelanggar hukum (korupsi), HAM agar lebih di fleksibelkan karena ini untuk pengamanan negara dan untuk menangkap para penjahat bukan untuk menyakiti masyarakat yang tidak bersalah
9. Perlu adanya kesadaran akan betapa banyaknya dosa kita kepada semua rakyat jika kita melakukan korupsi
10. Menggiatkan gerakan anti korupsi dimana saja
11. Perkuat KPK, baik dukungan moril ataupun tenaga

Daftar Pustaka:
http://kbbi.web.id/korupsi
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_di_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi_Republik_Indonesia
http://www.herdi.web.id/jejak-budaya-korupsi-di-indonesia/
http://www.dw.com/id/daftar-tangkapan-terbesar-kpk/a-18214980














NICO IVANANDA NUGROHO
55415045
1IA17
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA